Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) baru-baru ini mengklarifikasi isu yang menyatakan bahwa tanah berstatus girik atau tidak bersertifikat akan dirampas oleh negara pada tahun 2026. Penjelasan ini muncul menyusul beredarnya kabar yang meresahkan di media sosial dan grup pesan singkat.
Fakta bahwa banyak masyarakat masih bingung tentang status kepemilikan tanah mereka menjadi perhatian khusus. Mengingat pentingnya sertifikasi tanah, jelas bahwa penyampaian informasi yang akurat sangat diperlukan untuk menghindari kesalahpahaman.
Klarifikasi Terhadap Isu Tanah Girik
Asnaedi, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, menegaskan bahwa informasi yang menyebutkan bahwa tanah girik yang tidak didaftarkan akan diambil alih oleh negara adalah tidak benar. Menurutnya, status girik, verponding, dan bekas hak lama lainnya tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti kepemilikan yang sah, namun bisa menjadi petunjuk atas bekas kepemilikan.
Penting untuk dipahami bahwa status kepemilikan tidak otomatis hilang hanya karena tidak adanya sertifikat resmi. Asnaedi memastikan bahwa jika masyarakat memiliki girik dan masih menguasai tanah tersebut, tidak ada alasan bagi negara untuk melakukan perampasan. Ini adalah titik kunci untuk memahami pentingnya legalitas dalam kepemilikan tanah dan bagaimana masyarakat dapat menjaga haknya.
Pentingnya Sertifikasi Tanah dalam Kepastian Hukum
Asnaedi juga mendorong masyarakat untuk segera mendaftarkan tanah mereka agar mendapatkan sertifikat. Sertifikat tanah merupakan bukti kepemilikan yang diakui secara hukum oleh negara. Dengan memiliki sertifikat, masyarakat bisa mendapatkan kepastian hukum yang kuat atas tanah mereka, mengurangi risiko sengketa di masa depan.
Kementerian ATR/BPN mengingatkan agar masyarakat tidak merasa khawatir terkait isu ini. Justru, ini harus menjadi momentum bagi individu dan komunitas untuk lebih proaktif dalam melakukan sertifikasi tanah. Sebab, memiliki sertifikat tanah tidak hanya menjamin kepemilikan, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomi properti tersebut.
Bahkan, Menteri ATR/BPN sebelumnya juga telah mengingatkan agar masyarakat memperbarui sertifikat, terutama bagi mereka yang memiliki sertifikat yang diterbitkan antara 1961 hingga 1997. Sertifikat dari periode tersebut mungkin tidak dilengkapi dengan informasi peta kadastral yang akurat, yang dapat menjadi sumber konflik di lapangan.
Pemilik tanah yang tidak memiliki peta jelas dapat mengalami kesulitan di kemudian hari. Oleh karena itu, penting untuk melakukan langkah-langkah hukum yang sesuai untuk memastikan kepemilikan tanah yang sah. Perluasan pemahaman dan kesadaran akan hak tanah sangat penting dalam era modern ini, di mana informasi dan teknologi berkembang pesat.
Dengan demikian, masyarakat didorong untuk tidak hanya mematuhi regulasi tetapi juga untuk memahami sepenuhnya hak dan kewajiban mereka sebagai pemilik tanah. Ini adalah investasi masa depan yang bermanfaat bagi generasi yang akan datang. Jadi, segera lakukan pendaftaran dan perbaruan sertifikat untuk menjadi bagian dari kepastian hukum yang lebih besar.