Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merespons fatwa dari pondok pesantren di Pasuruan, Jawa Timur, yang mengharamkan sound horeg. Menurut pemimpin itu, sound horeg bisa dianggap haram jika mengganggu orang lain dan digunakan sebagai sarana maksiat.
Saat ditemui wartawan, ia menyatakan, “Jika sound horeg menimbulkan mafsadah, mengganggu orang lain, dan menjadi sarana untuk maksiat seperti mabuk-mabukan, joget paragoy, dan sejenisnya, tentu bisa menjadi haram.”
Pengertian dan Konteks Sound Horeg
Sound horeg merupakan sistem audio dengan volume yang sangat keras hingga menimbulkan getaran. Biasanya digunakan dalam berbagai acara seperti pesta rakyat, pawai, dan event komunitas lainnya. Fenomena ini semakin populer di kalangan masyarakat, terutama di Jawa Timur, namun juga menuai banyak pro dan kontra.
Banyak yang menganggap sound horeg sebagai bagian dari tradisi dan kesenangan. Namun, tidak sedikit pula yang merasa terganggu dengan kebisingan yang ditimbulkannya. Hal ini menimbulkan perdebatan di masyarakat mengenai batasan penggunaan sound horeg yang selama ini dianggap sebagai alat hiburan.
Pandangan Masyarakat dan Respon Pemangku Kebijakan
Menanggapi fatwa haram ini, Ketua Pengasuh Pondok Pesantren Besuk menyebut bahwa keputusan tersebut tidak hanya mempertimbangkan suara bising, melainkan juga dampak sosial yang melekat pada praktik tersebut. Ia menjelaskan, “Kami putuskan perumusan dengan tidak hanya mempertimbangkan aspek dampak suara, tapi juga mulazimnya disebut dengan sound horeg, bukan sound system.” Ini menunjukkan bahwa ada nuansa yang lebih dalam dari sekadar pertanyaan tentang kebisingan.
Selain itu, pejabat setempat juga menyadari potensi masalah yang ditimbulkan oleh sound horeg. Wakil Gubernur setempat mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mencari solusi yang tepat untuk menangani fenomena ini. Dia menekankan pentingnya dialog dengan para pemilik sound horeg dan semua pihak terkait untuk memahami dampak dan aspirasi masyarakat mengenai penggunaan alat tersebut.
Ketua Komisi Fatwa MUI setempat juga memberikan dukungannya terhadap fatwa haram, menegaskan bahwa keputusan tersebut mendapatkan pertimbangan yang mendalam dari sisi fikih dan sosial. Ini menunjukkan betapa kompleksnya isu yang dihadapi ketika menyangkut tradisi dan modernisasi.
Masyarakat kini dituntut untuk menemukan jalan tengah dalam menggunakan sound horeg agar tidak mengganggu ketertiban umum. Diskusi dan komunikasi antar pihak, baik itu dari tokoh agama, pemerintah, dan masyarakat, menjadi sangat penting untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Dengan menghormati hak orang lain dan mendiskusikan batasan-batasan penggunaan sound horeg, masyarakat bisa menemukan cara untuk tetap menikmati hiburan tanpa mengganggu orang lain. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menghormati hak sesama manusia.