Kasus pencabulan yang melibatkan anggota keluarga memang menjadi salah satu isu yang sangat serius di masyarakat. Baru-baru ini, seorang ayah tiri berinisial IS (36) ditangkap di Kecamatan Waringinkurung, Kabupaten Serang, Banten, setelah diduga mencabuli anak tirinya. Kejadian ini bukan hanya mengungkapkan tindakan kejam yang dilakukan oleh pelaku, tetapi juga menunjukkan betapa rentannya anak-anak di era digital saat ini.
Kasus ini bermula pada Februari 2023 ketika korban, seorang anak perempuan, mengunduh aplikasi yang bernama Litmatch. Melalui aplikasi tersebut, ia berkenalan dengan seseorang yang mengaku sebagai ‘bos mafia’. Penggunaan aplikasi ini oleh anak-anak memberikan peluang bagi individu tidak bertanggung jawab untuk mengeksploitasi mereka.
Taktik Manipulatif Pelaku dalam Kasus Ini
Setelah berkenalan, pelaku berpindah komunikasi ke platform lain, yaitu WhatsApp, dan mulai membangun hubungan yang tidak sehat. Dari apa yang diceritakan oleh Kasubdit 4 Renakta Ditreskrimum Polda Banten, Kompol Herlia Hatarani, pelaku mulai mengancam korban untuk mengirim video bugil. Ini adalah contoh klasik dari manipulasi dan eksploitasi seksual melalui ancaman.
Korban yang merasa terancam akhirnya memenuhi permintaan pelaku. Ancaman untuk mereset handphone korban menjadi salah satu cara bagi pelaku untuk menekan psikologi anak. Ketakutan dan kebingungan membuat banyak korban tidak berdaya dalam menghadapi situasi ini, yang tentunya sangat mengecewakan dan memperlihatkan bagaimana pelaku memanfaatkan kelemahan anak.
Penyelamatan dan Pengungkapan Kasus
Setelah beberapa kali tertekan oleh permintaan pelaku, korban akhirnya menceritakan ancaman yang diterimanya kepada ayah tirinya, IS. Namun, alih-alih memberikan perlindungan, IS justru terjebak dalam skenario yang disusun oleh pelaku. Dengan dalih tidak memiliki uang, IS malah menyetujui permintaan pelaku dan turut serta dalam tindakan yang sangat tidak etis dan merugikan anak.
Selanjutnya, tindakan bejat ini terus berlanjut, di mana IS melakukan aksi pencabulan lebih dari 20 kali dalam rentang waktu dua tahun. Ini menunjukkan adanya sistematisasi dalam penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pelaku. Penangkapan IS diharapkan bisa menjadi titik tolak bagi banyak korban lainnya untuk berbicara dan melaporkan tindakan serupa.
Dalam kasus ini, kepolisian telah melakukan langkah tegas dengan menahan pelaku. IS dijerat dengan beberapa pasal terkait perlindungan anak yang bisa mengakibatkan hukuman penjara hingga 15 tahun. Ini adalah sinyal yang jelas bahwa tindakan pencabulan tidak akan diabaikan dan setiap upaya untuk melindungi anak-anak harus menjadi prioritas.
Akhir kata, penting bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap kasus serupa yang mungkin terjadi, terutama di era digital. Edukasi kepada anak-anak tentang bahaya interaksi online dan adanya ancaman seksual sangat krusial untuk mencegah kejadian serupa. Komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak dapat membantu mendeteksi tanda-tanda awal dari tindakan asusila. Kita semua harus berperan aktif dalam melindungi generasi mendatang agar mereka tumbuh dengan aman dan bahagia.