Jakarta, BPS —
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa kemiskinan dan pengangguran di Indonesia mengalami penurunan signifikan. Berdasarkan data terbaru, jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2025 tercatat sebanyak 23,85 juta orang, atau setara dengan 8,47 persen dari total populasi. Penurunan ini mencerminkan usaha keras pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan sosial ekonomi.
Fakta menariknya, angka ini menunjukkan bahwa sekitar 210 ribu orang berhasil keluar dari garis kemiskinan dibandingkan dengan September 2024 lalu. Ini adalah langkah positif yang mengindikasikan adanya perbaikan di sektor ekonomi.
Perkembangan Terbaru dalam Penanganan Kemiskinan
Penurunan jumlah penduduk miskin ini melanjutkan tren positif yang mulai terlihat sejak Maret 2023 setelah sempat meningkat pada periode Maret hingga September 2022. Meski begitu, perlu dicatat bahwa masih terdapat kesenjangan yang mencolok antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Tingkat kemiskinan di desa kini masih lebih tinggi dibandingkan di kota. Data menunjukkan, pada Maret 2025, angka kemiskinan di perkotaan tercatat sebesar 6,73 persen, sementara di pedesaan mencapai 11,03 persen.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menjelaskan, “Desa lebih banyak yang miskin jika dibandingkan dengan perkotaan.” Meskipun demikian, kondisi di desa menunjukkan perbaikan. Tingkat kemiskinan di desa menurun sebesar 0,31 persen, sedangkan di kota meningkat tipis sebesar 0,07 persen. Ini menunjukkan bahwa ada kemajuan, meski lambat, di daerah pedesaan.
Strategi dan Kebijakan untuk Mengatasi Pengangguran
Selain kemiskinan, BPS juga melaporkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia menurun menjadi 4,76 persen. Angka ini merupakan yang terendah sejak krisis ekonomi 1998, memberikan harapan baru bagi penciptaan lapangan kerja baru. Sekitar 3,59 juta orang berhasil mendapatkan pekerjaan. Penurunan angka pengangguran ini sangat penting, sebab lapangan kerja yang tersedia akan berkontribusi pada peningkatan daya beli masyarakat.
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai penurunan angka kemiskinan dan pengangguran juga mendapat perhatian publik. Ia menekankan pentingnya transparansi dan akurasi data sebagai dasar dari kebijakan pemerintah. Masyarakat berharap bahwa angka-angka ini bukan sekadar statistik, tetapi benar-benar mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
Secara umum, upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi sangat penting. Penyesuaian garis kemiskinan terbaru sebesar Rp609.160 per orang per bulan juga mencerminkan adanya penyesuaian terhadap biaya hidup dan kebutuhan dasar masyarakat. Ini membutuhkan kerjasama antara semua sektor, baik pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.
Penutupan rilis data kemiskinan yang diundur dari 15 Juli hingga 25 Juli memberi tanda bahwa BPS berkomitmen untuk selalu menjaga ketepatan dan kualitas data. Dalam dunia statistik, ketepatan data adalah segalanya. Dengan demikian, kebijakan yang akan diambil berdasarkan data yang akurat dan terkini akan lebih efektif.
[Gambas:Video BPS]