Penjualan mobil baru di Malaysia menunjukkan konsistensi yang mengesankan, bahkan melampaui Indonesia di kuartal kedua tahun ini. Hal ini mencerminkan beragam faktor yang berperan, mulai dari kebijakan pemerintah hingga aspek biaya kepemilikan kendaraan yang lebih terjangkau.
Dalam periode April hingga Juni 2025, Malaysia berhasil mencatat penjualan hingga 183.366 unit, sedangkan Indonesia yang memiliki populasi mendekati 300 juta jiwa hanya mencapai angka 169.578 unit. Mengapa kondisi ini bisa terjadi? Inilah yang menjadi pertanyaan menarik untuk dibahas lebih dalam.
Faktor yang Mendorong Penjualan Mobil di Malaysia
Penjualan mobil di Malaysia tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah penduduk, tetapi juga oleh kebijakan perpajakan yang lebih bersahabat. Menurut Yohannes Nangoi, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), perbedaan pajak tahunan antara kedua negara sangat signifikan. Contohnya, pemilik Toyota Avanza di Indonesia harus membayar pajak tahunan sekitar Rp4 juta, sementara di Malaysia hanya sekitar Rp385 ribu.
Perbedaan mendasar ini mendorong masyarakat Malaysia untuk memiliki kendaraan lebih banyak, meskipun dalam keadaan perekonomian yang kurang stabil. Kebijakan pajak yang menguntungkan memungkinkan masyarakat mengalokasikan anggaran mereka lebih efisien, menyediakan lebih banyak peluang bagi pembaruan kendaraan.
Satu lagi aspek yang menonjol adalah insentif dari pemerintah Malaysia. Sejak 2020, ada insentif pajak untuk pembelian mobil baru yang secara langsung mendukung peningkatan penjualan. Insentif ini memainkan peran vital, terutama saat ekonomi mengalami tekanan. Di sisi lain, meskipun Indonesia juga sempat menerapkan insentif pajak pada tahun 2021, program tersebut hanya bertahan sementara dan tidak dapat menjaga momentum pasar.
Perbandingan Penjualan Mobil antara Malaysia dan Indonesia
Meskipun pada kuartal kedua Malaysia unggul, jika dilihat dari data penjualan keseluruhan di semester pertama, Indonesia tetap menjadi pemimpin dengan total penjualan 374.740 unit berbanding 373.636 unit Malaysia. Namun, kondisi ini menggambarkan persaingan yang cukup ketat antara kedua negara dalam industri otomotif.
Situasi ini membuat masyarakat dan pelaku industria otomotif di Indonesia perlu mencermati langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk mengoptimalkan penjualan. Mengingat bahwa pasar otomotif merupakan salah satu indikator penting dalam ekonomi suatu negara, strategi yang tepat dapat mengubah wajah industri ini. Hal ini mungkin termasuk evaluasi kembali kebijakan perpajakan, penyediaan insentif, dan peningkatan layanan purna jual.
Melihat kondisi ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa meskipun Indonesia adalah negara dengan populasi yang jauh lebih besar, Malaysia menunjukkan bahwa dengan dukungan kebijakan yang tepat, pasar otomotif dapat berkembang dengan baik. Dalam jangka panjang, untuk tetap bersaing, penting bagi negara-negara di kawasan ASEAN untuk berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan di pasar global.