Fraksi PKB di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengemukakan bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintahan saat ini tidak tampak memberi manfaat untuk fasilitas publik. Hal ini disampaikan dalam pandangan umum terkait RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan.
Dalam rapat tersebut, Juru Bicara Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari, menekankan bahwa meski ada upaya efisiensi anggaran, realisasi belanja modal justru mengalami penurunan. Apakah upaya ini menciptakan dampak positif yang diharapkan oleh masyarakat?
Perdebatan terkait Efisiensi Anggaran
Ketika membahas efisiensi anggaran, kita tidak bisa mengabaikan komentar dari berbagai fraksi di DPR. Fraksi PKB mengatakan bahwa efisiensi seharusnya dapat meningkatkan belanja modal untuk pembenahan infrastruktur dan fasilitas umum. Untuk memberikan gambaran, efisiensi anggaran yang pertama dilaksanakan pada tahun 2025 menyebabkan pemangkasan anggaran sebesar Rp306,69 triliun. Ada kekhawatiran bahwa langkah ini akan berlanjut di tahun 2026 jika tidak ada perubahan yang signifikan dalam kebijakan pemerintah.
Menurut Ratna, efisiensi yang dilakukan tidak berkontribusi pada pembangunan sarana publik dan ini menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kembali komitmen efisiensinya. Dalam konteks ini, transparansi dan akuntabilitas dari pemerintah sangat dibutuhkan agar masyarakat memahami betul arah kebijakan anggaran yang diambil.
Pendapat Beragam Fraksi di DPR
Menarik untuk dicermati bagaimana fraksi lain di DPR merespon efisiensi anggaran. Fraksi PAN, contohnya, memberikan dukungan terhadap langkah efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah dengan harapan dapat mengurangi defisit anggaran secara bertahap. Mereka memiliki harapan bahwa dalam dua tahun mendatang, APBN bisa seimbang. Dukungan ini mencerminkan pandangan optimistis dalam menilai potensi efisiensi anggaran dalam konteks jangka panjang.
Sementara di sisi lain, fraksi PKS dan Partai NasDem memfokuskan perhatian pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan alokasi anggaran yang signifikan. Dengan alokasi Rp335 triliun yang ditargetkan pada 2026, hal ini menggambarkan bagaimana pemerintah mencoba untuk meningkatkan kualitas gizi dan belajar siswa serta memberdayakan UMKM. Ini menunjukkan adanya dua sisi mata uang dalam kebijakan anggaran yang ada; satu sisi berfokus pada efisiensi, di sisi lainnya fokus pada peningkatan kesejahteraan sosial.
Namun, perhatian yang harus diambil adalah mengenai seberapa transparan pemerintah dalam menjelaskan sumber-sumber pendapatan negara. Fraksi PDI Perjuangan juga menuntut pemaparan dari pemerintah mengenai asal-usul pendapatan pajak yang diharapkan. Mereka berpendapat bahwa penjelasan harus disertai dengan analisis mengenai dampak positif bagi perekonomian dan penerimaan negara yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, edukasi bagi masyarakat mengenai penggunaan anggaran sangat penting.
Fraksi Partai Gerindra menjelaskan bahwa anggaran yang besar untuk kementerian dan lembaga dalam RAPBN 2026 diharapkan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada perdebatan tentang efisiensi, pada dasarnya semua fraksi di DPR mempunyai tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan masyarakat.
Pandangan dari delapan fraksi di DPR ini menunjukkan kompleksitas dalam kebijakan anggaran dan efisiensi yang sedang dijalankan. Pemerintah harus lebih responsif terhadap masukan dari DPR agar dapat memetakan langkah kebijakan berikutnya dalam Rapat Paripurna selanjutnya. Dalam hal ini, kolaborasi antara legislatif dan eksekutif akan menjadi kunci dalam mencapai tujuan pengelolaan anggaran yang optimal dan berdampak positif bagi masyarakat.