Pemerintah Indonesia dan Australia tengah menjajaki langkah strategis untuk meningkatkan kerja sama bilateral dalam sektor ekspor dan impor produk halal. Pertemuan ini diadakan di Kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Melbourne, Australia, dengan tujuan utama memperkuat sinergi di antara kedua negara.
Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak membahas berbagai isu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pasar halal, terutama terkait penyediaan daging halal yang cukup. Mengingat pentingnya sektor ini, pertemuan ini menjadi sangat strategis untuk mendukung industri halal dan penguatan ketahanan pangan antar negara.
Kebutuhan Daging Halal di Indonesia
Berdasarkan data yang disampaikan oleh perwakilan pemerintah Indonesia, terdapat kebutuhan mendesak akan 650 ribu metrik ton daging halal setiap tahunnya. Angka ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak sekolah serta mendukung program Makanan Bergizi Gratis yang dicanangkan oleh pemerintah. Saat ini, Australia hanya mampu memasok sekitar 140 ribu metrik ton daging halal per tahun, menunjukkan adanya peluang besar untuk meningkatkan volume perdagangan di masa depan.
Ketersediaan daging halal yang lebih banyak dari Australia diharapkan dapat tercapai melalui Rumah Potong Hewan (RPH) dan pabrik pengolahan makanan yang sudah memenuhi standar halal. Hal ini tentu saja penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pasokan produk halal di Indonesia, sehingga dapat menciptakan sinergi yang saling menguntungkan bagi kedua negara.
Sertifikasi Halal dan Standar Global
Ahmad Haikal Hasan, perwakilan pemerintah Indonesia, menekankan pentingnya sertifikasi halal, bukan hanya untuk produk daging, tetapi juga untuk produk lainnya seperti vitamin, obat-obatan, kosmetik, serta perawatan kulit. Dengan adanya kewajiban untuk bersertifikat halal yang akan berlaku mulai 18 Oktober 2026, banyak pelaku industri diharapkan dapat memperhatikan aspek ini untuk meningkatkan daya saing produk di pasar global.
Sertifikasi halal menjadi simbol kualitas dan kebersihan, serta mencerminkan kesejahteraan hewan dalam proses penyembelihan. Hal ini sejalan dengan standar global yang ditetapkan oleh WHO dan FAO. Oleh karena itu, sertifikasi halal harus dipandang sebagai sebuah peluang, bukan hambatan, dalam aktivitas industri dan perdagangan. Proses ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk dan membantu merebut kepercayaan konsumen.
Pemerintah Australia juga menunjukkan komitmennya untuk mendukung ketahanan pangan Indonesia dengan meminta percepatan proses perizinan bagi 9 RPH dan 9 pabrik pengolahan susu dari Australia. Ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat pasokan makanan bergizi yang dapat mendukung program pemerintah di Indonesia.
Usulan penggunaan logo atau label halal tunggal untuk produk-produk Australia yang memasuki pasar Indonesia pun menjadi salah satu topik penting dalam diskusi ini. Dengan adanya logo tunggal, diharapkan proses pengecekan di bea cukai dapat menjadi lebih efisien dan meningkatkan kepercayaan konsumen. Meskipun terdapat kerumitan terkait preferensi pasar di negara lain, pengerjaan logo tunggal ini menjadi sangat penting dalam memperlancar arus perdagangan.
Sebagai catatan, BPJPH juga menekankan perlunya pengawasan yang ketat terhadap Lembaga Halal Luar Negeri yang diakui di Australia untuk menjaga standar dan kualitas produk halal. Saat ini, terdapat 12 Lembaga Halal Luar Negeri di Australia yang telah diakui oleh BPJPH, dan pengawasan yang ketat akan membantu mencegah terjadinya persaingan tidak sehat di pasar.
Dengan semua pembahasan ini, kedua pihak sepakat untuk terus melakukan kolaborasi demi mendukung perdagangan yang berkelanjutan serta mengatasi tantangan yang dihadapi dalam perdagangan produk halal di masa depan.