Polisi di Surabaya kembali menetapkan dua tersangka baru terkait perusakan dan kebakaran Gedung Negara Grahadi, yang terjadi di tengah demonstrasi antara 29-31 Agustus 2025. Kasus ini menunjukan betapa seriusnya dampak demonstrasi yang berujung kericuhan.
Aksi yang terjadi di Surabaya selama beberapa hari tersebut tidak hanya melibatkan perusakan gedung, tetapi juga melibatkan banyak pihak. Kapolrestabes Surabaya, Kombes Luthfie Sulistiawan, menyatakan bahwa masih ada beberapa tersangka lain yang kemungkinan terlibat dalam aksi tersebut.
Proses Penangkapan dan Penyidikan Tersangka
Dari informasi yang disampaikan, dua orang tersangka baru ini diduga melakukan pembakaran Gedung Grahadi pada Sabtu malam, 30 Agustus. Proses penangkapan yang dimulai dengan penangkapan 315 orang menunjukkan adanya mobilisasi besar-besaran dalam menghadapi kericuhan tersebut.
Kombes Jules Abraham Abast, Kabid Humas Polda Jawa Timur, menjelaskan lebih lanjut tentang situasi ini. Ia menyebut bahwa dari total 315 orang yang ditangkap, 128 di antaranya adalah anak-anak dan 187 dewasa. Ini menyoroti fakta mengkhawatirkan bahwa anak-anak juga terlibat dalam aksi tersebut. Penyidik Polrestabes kemudian menetapkan 33 orang sebagai tersangka, menunjukkan bahwa penegakan hukum sedang berjalan dengan serius untuk menanggulangi tindak kekerasan ini.
Akibat dan Langkah Ke Depan
Aksi unjuk rasa ini menimbulkan kerusakan yang signifikan. Gedung Negara Grahadi, Mapolsek Tegalsari dan 29 pos polisi yang ada di Surabaya mengalami kerusakan parah akibat perusakan. Penetapan hukum terhadap para tersangka menunjukkan keseriusan pihak berwajib dalam menindaklanjuti peristiwa ini. Tersangka dihadapkan pada berbagai pasal, termasuk Pasal 406, Pasal 363, dan Pasal 212 KUHP, yang mencerminkan berbagai jenis tindak pidana yang dilakukan selama aksi.
Dalam situasi ini, penting untuk menangani akar masalah dari kericuhan yang terjadi. Apakah tuntutan para pendemo telah dikesampingkan dengan cara kekerasan? Oleh karena itu, dialog antara pihak berwenang dan pengunjuk rasa mungkin akan menjadi solusi yang lebih efektif untuk menciptakan stabilitas. Mengedepankan mediasi dan komunikasi yang konstruktif bisa mencegah kasus serupa di masa mendatang, dan menjaga agar aksi demonstrasi tetap dalam koridor hukum.