Pada tanggal 28 Agustus, para pekerja yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Timur akan mengadakan aksi demonstrasi besar-besaran di depan Kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya. Unjuk rasa ini bertujuan untuk menyampaikan berbagai tuntutan penting terkait kondisi ketenagakerjaan di daerah tersebut, dan merupakan bagian dari serangkaian aksi yang dilaksanakan secara bersamaan di berbagai kota di Indonesia.
Kegiatan demonstrasi ini direncanakan diikuti oleh sekitar 2.000 buruh dari kawasan industri di berbagai daerah seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Jember. Sebagai provokasi, pihak KSPI memastikan bahwa aksi ini bukan hanya sekadar rutinitas, tetapi juga menyampaikan isu-isu yang krusial bagi kelangsungan hidup para pekerja.
Tuntutan Buruh: Kesejahteraan dan Perlindungan
Aksi ini akan dimulai dengan pengumpulan massa di Frontage Jalan Ahmad Yani, di depan City of Tomorrow Mall, sebelum berlanjut menuju lokasi utama. Dengan rute yang telah ditentukan, mereka berencana untuk menyuarakan aspirasinya dalam sebuah longmarch yang penuh makna. Dalam aksi kali ini, penghapusan outsourcing dan penolakan terhadap sistem upah murah menjadi pokok tuntutan utama. Hal ini mencerminkan penolakan buruh terhadap kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan dan tidak adil.
Sekretaris DPW FSPMI Jawa Timur, Nuruddin Hidayat, menjelaskan bahwa buruh menuntut kenaikan upah yang signifikan, berkisar antara 8,5 persen hingga 10,5 persen pada tahun 2026. Angka ini tidak muncul secara sembarangan, melainkan berdasarkan kalkulasi inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Ini merupakan langkah konkret untuk meningkatkan daya beli buruh dan menjaga kesejahteraan mereka di tengah peningkatan biaya hidup yang terus berlanjut.
Strategi Pemenuhan Tuntutan Buruh
Selanjutnya, para buruh juga meminta pemerintah untuk mengambil langkah pencegahan terhadap PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dengan membentuk Satgas PHK. Selain itu, mereka mendesak reformasi pajak yang lebih adil, termasuk penghapusan pajak atas pesangon dan tunjangan hari raya (THR), serta penerapan pajak yang non-diskrimatif terhadap pekerja perempuan. Dalam perspektif ini, tindakan tersebut bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan berimbang.
Pada aspek legislatif, tuntutan mereka juga mencakup pengesahan RUU Ketenagakerjaan tanpa adanya kebijakan Omnibus Law, serta revisi undang-undang pemilu agar sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Hal ini menunjukkan upaya para buruh untuk beradaptasi dengan dinamika hukum yang ada dan berkontribusi pada sistem politik yang lebih transparan.
Di samping tuntutan-tuntutan tersebut, mereka juga mengajukan beberapa usulan lokal kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur seperti pembentukan Perda tentang Sistem Jaminan Pesangon dan pengalokasian anggaran BPJS bagi masyarakat miskin. Dengan harapan, kebijakan-kebijakan ini bisa memperbaiki kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan dan menghadirkan kebijakan yang berpihak kepada buruh serta keluarga mereka.
Komitmen bersama yang telah ditandatangani pada 1 Mei 2025 juga menjadi sorotan, terutama mengenai jaminan kesejahteraan para buruh. Mengusulkan KH Abdurrahman Wahid sebagai Pahlawan Nasional, mereka ingin mengingat dan menghargai kontribusi tokoh besar dalam perjuangan hak-hak buruh di Indonesia.